Jakarta - Drug Enforcement Administration (DEA) milik AS, ternyata tidak hanya mengurusi pemberantasan narkoba. WikiLeaks mengungkapkan kalau DEA ternyata juga menjadi mata-mata di negara-negara asing. Sebabnya, banyak kasus narkoba dilindungi politisi setempat.
Kawat-kawat diplomatik dari sejumlah Kedubes AS di dunia, mengenai sepak terjang DEA menunjukan kalau para bandara narkoba besar pun bermain politik. Bahkan dalam kondisi paling parah, para bandar itu yang mengendalikan pemerintahan.
Seperti dilansir harian The Age Australia, Senin (27/12/2010), ada sebuah kawat Kedubes AS di Panama pada 22 Agustus 2009. Dubes AS untuk Panama, Barbara Stephenson mengatakan Presiden Panama Ricardo Martinellu meminta DEA menyadap politisi sayap kiri yang dia yakin akan membunuhnya.
"Saya butuh bantuan penyadapan telepon," kata Martinelli seperti diungkap kawat itu.
Martinelli dianggap tidak bisa membedakan ancaman keamanan dan lawan politik. Martinelli juga disebut mencoba mengganti agen DEA di Panama dengan polisi khusus narkoba. Martinelli pun membantah bocoran ini.
Sementara, kawat diplomatik juga menyebutkan kasus kokain di Sierra Leone yang diduga melibatkan suap US$ 2,5 juta untuk Jaksa Agung-nya. Di Guinea, kawat diplomatik AS menyebutkan raja narkoba adalah anak presiden di negara itu.
Para pimpinan militer di Meksiko pun melakukan pendekatan dengan DEA. Mereka sudah tidak percaya lagi dengan polisi Meksiko. Sedangkan junta militer di Myanmar juga memutar uang hasil narkoba untuk para politisi.
DEA punya 87 kantor di 63 negara rekanan dan menjadi kepanjangan tangan CIA. Terkait urusan narkoba ini, DEA punya akses terhadap pemerintah negara yang sebenarnya tidak dekat dengan AS. Banyak yang meminta DEA untuk membantu penyadapan. Intelijen DEA dipakai untuk melawan kartel narkoba, namun banyak juga agen dan informan mereka yang tewas di Meksiko dan Afghanistan.
SUMBER
0 komentar:
Posting Komentar