Assassin, adalah salah satu karya trio Devonshire yang tadinya direncanakan sebagai single. Ane gak tau pertimbangan apa yang telah terjadi sehingga rencana itu batal. Yang jelas track berdurasi 3 menit 31 detik ini adalah track yang bikin pendengar Muse penasaran ama versi live-nya. Agan-agan ndiri tau kan seperti apa lagu ini; ngerock banget dan teknik bermusiknya rumit pula. Menurut informasi yang ane baca, Bellamy n’ da gank terinspirasi untuk menulis lagu ini setelah dengerin radio Islam ketika mereka berkunjung ke salah satu negara di Timur Tengah. Makanya, kalau agan-agan sedikit jeli, agan-agan bakal nemuin ada influence irama padang pasir di lagu ini. Apa lagi kalo agan-agan dengeri versi awalnya yang berjudul Grand Omega Bosses (a.k.a Debase Masons Grog a.k.a Message Board Song). Durasinya lebih lama dan bunyi-bunyian musik Arabian kental terasa disitu.
Jadi, Assassin itu sebenarnya apa sih? Sebelumnya ane kasi pengantar liriknya dulu kali ye:
War is overdue.
The time has come for you,
To shoot your leaders down.
Join forces underground.
Assassins adalah organisasi bawah tanah yang hidup di daratan Mesir hingga Persia pada zaman Dinasti Fatimiyah sekitar tahun 1094 sebelum akhirnya mereka musnah, diinvasi oleh Kekaisaran Mongol pada tahun 1250. Assassins adalah kelompok yang melakukan pemberontakan ketika terjadi suksesi kepemimpinan dari Khalifah Al Mustansir dari Dinasti Fatimiyah kepada anaknya, Al Mustali.
Assassins dikenal sebagai salah satu aliran Islam garis keras dan sangat fanatik pada masa itu. Fanatisme sempit yang mereka anut membuat mereka tidak segan-segan melakukan tindakan pembunuhan sekalipun terhadap orang-orang yang tidak sependapat dengan mereka, sesuai dengan nama yang disandangkan kepada mereka yaitu Sang Pembunuh (Assassins). Sebagian pakar dan penulis sejarah bahkan sepakat bahwa Assassins adalah cikal bakal dari aksi terorisme modern seperti yang marak akhir-akhir ini.
Namun, perlu kita perhatikan adalah bahwa nama mereka yang memiliki padanan kata dalam bahasa Arab yaitu Hashshasin, memiliki arti yang sama sekali berbeda dengan istilah Assassins. Hashshasin adalah istilah yang dipergunakan oleh bangsa-bangsa berbahasa pengantar Arab untuk menyebut “para penghisap ganja”. Pada kenyataannya, kelompok ini memang melakukan “ritual” menghisap ganja sebelum turun ke masyarakat untuk melakukan aksi teror dan tindak pembunuhan. Beberapa penulis berpendapat bahwa istilah Assassin berasal dari kata Arab, Assassiin (kayak orang lagi ngaji nih gan, “sin”-nya dibaca pake tanda panjang/mad) yang memiliki arti “para penjaga rahasia”.
Assassins didirikan oleh Hasan bin Sabah, seorang pengikut aliran Syi’ah Ismaili yang pernah mendalami ancient wisdom di Dar ul Hikmat (House of Wisdom) atau yang lebih dikenal dengan nama Grand Lodge of Cairo. Hmmm, istilah “lodge” mungkin ngingetin agan-agan ama perkumpulan rahasia semisal Freemasonry. Pada akhirnya sebagian besar dari kita akan dibikin kaget bahwa dalam menjalankan organisasinya ini, Hasan bin Sabah sebagai Grand Master Assassins memang memakai sistem jenjang kepangkatan sebagaimana halnya Freemasonry. Karena di dalamnya kita juga akan menemukan tingkatan yang serupa dengan Apprentices, Fellows of Craft, dan Masters. Anggota Assassins pada pangkat tertentu juga mempelajari ilmu pengetahuan mistik esoteris dan juga ancient wisdom. Namun perlu ane lurusin bahwa sebagai organisasi underground secara kronologi waktu Assassins lebih dulu ada dibanding secret societies yang kita kenal sekarang (itu pun kalo ente juga percaya ama teori konspirasi kayak ane gan, hehehehe). Beberapa catatan sejarah bahkan membeberkan fakta yang bakal membuat sebagian dari ente makin tercengang gan. Fakta yang ane maksud adalah bahwa Assassins memiliki kontak dengan Knights Templar pada masa Perang Salib. (Nah lho? West meets East nih judulnya)
Grand Lodge of Cairo (tempat Hasan mempelajari ancient wisdom) yang pada masa itu adalah gudang ilmu pengetahuan didirikan sebagai bentuk penghormatan terhadap Abdullah ibn Maymun, tokoh materialis karismatik peletak dasar-dasar pengetahuan mistis esoterik di Timur Tengah. Dia-lah “Sang Jenius Gnostik” yang mengembangkan metode inisiasi pada sekte Batinis (semacam perkumpulan tarikat gitu deh, gan) yang kemudian menjadi metode dasar yang dipraktekkan oleh sejumlah organisasi sejenis, termasuk Assassins. Anggota lodge ini menyempurnakan metode inisiasi ciptaan Abdullah, yang berabad-abad kemudian juga digunakan Adam Weishaupt (tau kan do’i tuh sapa? pendiri Illuminati itu lho, gan).
Hasan bin Sabah sendiri dalam merekrut anggota dan menjalankan organisasinya mengembangkan metode inisiasi dan brainwashing. Hasan yang memperkenalkan dirinya sebagai Syaikh Al-Jabal (The Old Man of the Mountain) kepada calon anggotanya memakai metode pembiusan. Hasan menciptakan halusinasi “surga” ke alam bawah sadar korbannya. Untuk itu Hasan bersama sekutu-sekutunya membangun sebuah istana megah yang dilengkapi oleh taman-taman yang indah di sebuah lembah yang jauh dari pusat kota di Alamut (dekat Laut Kaspia). Dan sebagaimana prosedur standar yang umum dilakukan, Hasan melakukan indoktrinasi terhadap korbannya. Mereka diminta bersumpah setia terhadap organisasi dan sebagai gantinya, Hasan menjanjikan mereka “surga”. Metode ini menjadi sangat ampuh karena terbukti menciptakan tentara-tentara yang patuh yang pada saat-saat krusial bersedia mengorbankan diri mereka jika dibutuhkan. (Sama halnya dengan S.O.P yang dipakai oleh kelompok-kelompok teroris yang ada saat ini)
Kita sepakat bahwa apapun alasannya, terorisme dan tindakan kekerasan tidak bisa dibenarkan. Apa lagi sampai mengatasnamakan agamanya. Hal demikian hanya akan menciptakan penderitaan bagi kedua belah pihak, sebagaimana yang dimaksud oleh Bellamy cs di lagu ini:
Lose control
And increasing pace
Warped and bewitched
Time to erase
Whatever they say
These people are torn
Wild and bereft
Assassin is born, yeah
Ente pengen tau gak gan gimana akhir petualangan “Sang Pembunuh”? Tulisan berikut ane kutip dari bukunya Jim Marrs berjudul Rule by Secrecy:
The murderous nature of the Assassins proved their downfall. Hasan, the Old Man of the Mountain, was assassinated by his son, Mohammed, who in turn was poisoned by his son, who had learned of Mohammed's plan to kill him. By 1250 invading Mongol hordes had captured the last Assassin stronghold, effectively eliminating the order. Although, according to some researchers, pockets of Assassins still exist in the Middle East today.
Pejuang Assassins yang masih tersisa setelah invasi Kekaisaran Mongol ini terpecah menjadi 2 kelompok. Kelompok kecil mati pada abad kedelapan belas, sedangkan kelompok besar yang dipimpin oleh seorang imam bernama Aga Khan, pada tahun 1840 pindah dari Iran ke India. Para pengikutnya diperkirakan berjumlah jutaan, masih ditemukan di Syria, Iran, Asia Tengah dan Asia Selatan, kelompok terbesar berada di India dan Pakistan, di mana mereka dikenal sebagai Khojas.
Ada fakta menarik tentang Imam bernama Aga Khan ini gan. Fakta yang bakal bikin ente “terkagum-kagum” dikarenakan oleh kerja yang rapi dari “Kelompok Elit” itu dalam menyusun konspirasi yang mereka skenario-kan. Cekibrot, gan:
Aga Khan II, came to be one of the founders of the Muslim League, which was sponsored by the British in 1858. The 48th Imam, Sir Sultan Mohammed Shah Aga Khan III, was very close to the British royal family during his 72-year reign, and held the post of chairman of the League of Nation's General Assembly for a year. The 49th Imam, Prince Karim Aga Khan IV, was given the British title "His Highness" by Queen Elizabeth II in 1957, and continues to this day to be closely allied to the Illuminati.
Reff : Kaskus
0 komentar:
Posting Komentar